Senin, 07 Juni 2010

BACA AJA YA

Seringkali seorang muslimah berjilbab merasa kesulitan jika harus berwudhu di tempat umum yang terbuka. Inginnya berwudhu secara sempurna dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang bukan mahram. Karena anggota wudhu seorang wanita muslimah sebagian besarnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat yang rojih (terkuat). Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada pada kondisi yang demikian?

Saudariku, tidak perlu bingung dan mempersulit diri sendiri, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kemudahan dan keringanan bagi hamba-Nya dalam syari’at Islam ini. Allah Ta’ala berfirman,

يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“…Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al Baqarah: 185)

Pada bahasan kali ini, kita akan membahas mengenai hukum wudhunya seorang muslimah dengan tetap mengenakan kerudungnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan.

Seorang wanita boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya

Terkait wudhunya seorang muslimah dengan tetap memakai kerudung penutup kepala, maka diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengusap kerudungnya sebagai ganti dari mengusap kepala. Lalu apa dalil yang membolehkan hal tersebut? Dalilnya adalah bahwasanya Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan beliau mengusap kerudungnya. Ummu Salamah adalah istri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka apakah Ummu Salamah akan melakukannya (mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarang Ummu Salamah melakukannya.

Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al Mughni (1/132) mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.”

Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah berwudhu dengan mengusap surban penutup kepala yang beliau kenakan. Maka hal ini dapat diqiyaskan dengan mengusap kerudung bagi wanita. Dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, beliau berkata,

رأيت النبي صلّى الله عليه وسلّم، يمسح على عمامته وخفَّيه

“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.”

Juga dari Bilal radhiyallahu ‘anhu,

أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، مسح على الخفين والخمار

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuf dan khimarnya.

Dalam kondisi apakah seorang wanita diperbolehkan untuk mengusap kerudungnya ketika berwudhu?

Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya seorang wanita mengusap kerudungnya jika menutupi hingga di bawah lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian istri-istri para sahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimana pun, jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baik karena udara yang amat dingin atau sulit untuk melepas kerudung dan memakainya lagi, maka bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jika tidak, maka yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Adapun jika tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai kerudung -pen) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama (yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus melepas kerudung -pen).”

Dengan demikian, jika membuka kerudung itu menyulitkan misalnya karena udara yang amat dingin, kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka kerudung karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain, atau udzur yang lain, maka tidaklah mengapa untuk tidak membuka kerudung ketika berwudhu. Namun, jika memungkinkan untuk membuka kerudung, maka yang lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.

ANAK PRAM NIH

PRAMUKA AMBALAN ABU NASAR - S.K. TRIMURTI

GERAKAN PRAMUKA
AMBALAN ABU NASAR – S.K. TRIMURTI
GUDEP 02.65 – 02.66
PANGKALAN SMA NEGERI 2 KOTA SERANG
Jalan Raya Pandeglang KM 5 Serang ( 0254 ) 250 788 42151

Tentang : Sejarah Pangeran TB. ABU NASAR
Tanggal : 5 Desember 2009
Angkatan : DA XXIII

PANGERAN TUBAGUS ABU NASAR

Pangeran Abu Nasar adalah seorang putra dari sultan Banten yang bernama Sultan Zainul Arifin. Beliau mempunyai seorang adik yang bernama Putri Saribanon dan seorang uwa yang bernama Ki Tapa.

Abu Nasar seorang yang gagah, tampan, pemberani, pandai bermain silat, dan pandai dalam ketatanegaraan.

Abu Nasar, Saribanon, serta para pembesar kesultanan Banten sangat benci kepada Kompeni ( Belanda ), apalagi setelah 3 bulan kematian ibu kandungnya. Sultan Zainul Arifin merencanakan akan menikah lagi dengan perempuan cantik yang bernama Fatimah. Fatimah seorang yang pandai bergaul dan berdagang, cerdas dan terkenal dikalangan saudagar dan pembesar VOC.

Setelah perceraian dengan suaminya yang pertama, Fatimah akhirnya dinikahi oleh Sultan Banten Zainul Arifin dengan pesta yang sangat meriah atas permintaan Fatimah sendiri. Akan tetapi pada pernikahan itu tidak seorangpun dari keluarga sultan yang menghadirinya, hal tersebut karena keluarga sultan sangat membenci Fatimah, karena dianggap sebagai ular berbisa yang diselundupkan VOC.

Ambisi Fatimah untuk menguasai Sultan Banten mendapat dukungan dari Gubernur Jenderal Baron Van Inhoff. Adapun tujuan Belanda mendukung Fatimah tersebut agar dapat mengalahkan Banten yang dianggap Negara yang sangat membahayakan VOC. Fatimah diharapkan dapat memecah belah Kesultanan Banten.

Hari – hari berikutnya terjadi perang dingin antara Fatimah dengan putera Sultan Banten, lama kelamaan hubungan antara ayah dan anakpun menjadi renggang. Keadaan yang demikian dimanfaatkan oleh Fatimah dengan akal liciknya. Disuruhnya Sultan Zainul untuk menugaskan Abu Nasar untuk bertanding dengan Mangkubumi Caringin, ia tidak diperbolehkan membawa pasukan.

Tetapi beliau bukan anak kemarin sore, beliau mengetahui gelagat yang tidak baik itu, dengan kepandaian Abu Nasar lalu beliau pun terhindar dari usaha pembunuhan yang direncanakan oleh Fatimah.

Putri Saribanon tidak tinggal diam, dia berusaha membebaskan ayah dan kakaknya, dicarilah barang bukti fitnahan Fatimah tersebut.

Pada suatu saat putri Saribanon mendapat surat dari kekasihnya Tb. Buang, yang isinya menceritakan bahwa mereka sedang berperang melawan kompeni di Lontar, dan di bagian lain diceritakan bahwa kompeni telah mengutus seseorang untuk menyampaikan surat perjanjian Fatimah dengan kompeni.

Selesai ia membaca surat, ia langsung menyuruh pengawalnya untuk menyampaikan pasukan berkudanya. Mereka berangkat dengan pasukan yang setia dan pada akhirnya mereka berhasil merampas surat ditengah jalan.

Segera mereka pulang dan memberitahukannya kepada Ki Tapa dan pemimpin – pemimpin Banten, dalam beberapa minggu saja terjadilah pengepungan benteng betawi, kemudian terjadi pertempuran yang sangat dahsyat di malam harinya. VOC mulai terdesak dan kemudian diadakan perundingan antara VOC dengan Kesultanan Banten.

Isi dari perundingan tersebut diantaranya membebaskan Sultan Zainul dan Abu Nasar, akan tetapi Sultan Zainul sudah meninggal di pengasingannya, hanya Pangeran Abu Nasar saja yang masih sehat dan berhasil dibawa untuk berkumpul kembali dengan keluarganya, Pangeran Abu Nasar langsung memimpin pasukannya dalam penyerangan berikutnya ke Batavia tetapi kemudian datang utusan dari Tb, Buang dan putri Saribanon bahwa kompeni telah mendarat di Carita dan Labuan. Langsung saja beliau mengundurkan pasukannya ke Banten. Sesampai di Banten pasukan dibagi menjadi dua, Ki Tapa memimpin pasukan ke daerah Labuan dan Tb. Buang memimpin pasukan ke arah carita bersama Abu Nasar, setelah sampai di Menes, kompeni telah menyerang pasukan mereka, sementara menurut kabar bahwa gunung Manura sebuah tempat penyusunan dan tempat pendidikan kemiliteran telah diserang juga oleh kompeni. Akhirnya pasukan Banten mengundurkan diri untuk menyelamatkan daerah strategis Gunung Manura. Berkat siasat yang dilancarkan Abu Nasar yaitu perang gerilya, akhirnya kompeni kalah, kemudian pada tahun 1752 kompeni menyerang Gunung Manura ntuk yang kedua kalinya akan tetapi mereka kalah lagi.

Setelah itu Abu Nasar diangkat menjadi sultan Banten menggantikan ayahnya yang telah meninggal di pengasingan. Dibawah pimpina Abu Nasar kemudian rakyat hidup tentram, sampai akhirnya beliau bergelar “SULTAN ABU NASAR MUHAMAD ARIF ZAINUL ASYIKIN” yang pengangkatannya dilakukan pada 25 September 1752

PRAMUKA


AMBALAN ABU NASAR-
S.K.TRIMURTI

Batasan Aurat Pria

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Pendapat yang benar tentang batasan aurat pria adalah antara pusar sampai lutut. Hal tersebut berdasarkan Sabda Rasulullah SAW yang menyatakan: ?Aurat seorang mukmin adalah antara pusar sampai lutut? (HR Sammuwaih/Ismai?il bin Abdulloh; hadis hasan) dan dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda: ?Paha itu adalah aurat? (HR Abu Daud, Tirmidzy, Ahmad dan Ibnu Hibban)

Akan tetapi ada sebahagian ulama, di antaranya Ibnu Hazm dan juga sebahagian Fuqoha Maliki dan Hanabilah berpendapat bahwa Paha tidak termasuk Aurat. Pendapat ini berlandaskan sejumlah dalil. Antara lain

Dari Anas RA. Ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW pernah melipat sarungnya pada hari Khoibar sehingga aku melihat putihnya paha Rasulullah SAW ? (HR Muslim 2/1044)

Dari Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW menyingkapkan kain dari pahanya ketika Abu Bakar dan Umar masuk. Tetapi ketika Utsman bin ?Affan masuk beliau menutupinya. Lalu beliau pun bersabda ?Bagaomana aku tidak merasa malu terhadap seorang laki-laki yang para malaikat pun meresa malu terhadapnya? (HR Muslim 4/1866)

Wallahu a‘lam bishshowab

Batasan Aurat Pria

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Pendapat yang benar tentang batasan aurat pria adalah antara pusar sampai lutut. Hal tersebut berdasarkan Sabda Rasulullah SAW yang menyatakan: ?Aurat seorang mukmin adalah antara pusar sampai lutut? (HR Sammuwaih/Ismai?il bin Abdulloh; hadis hasan) dan dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda: ?Paha itu adalah aurat? (HR Abu Daud, Tirmidzy, Ahmad dan Ibnu Hibban)

Akan tetapi ada sebahagian ulama, di antaranya Ibnu Hazm dan juga sebahagian Fuqoha Maliki dan Hanabilah berpendapat bahwa Paha tidak termasuk Aurat. Pendapat ini berlandaskan sejumlah dalil. Antara lain

Dari Anas RA. Ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW pernah melipat sarungnya pada hari Khoibar sehingga aku melihat putihnya paha Rasulullah SAW ? (HR Muslim 2/1044)

Dari Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW menyingkapkan kain dari pahanya ketika Abu Bakar dan Umar masuk. Tetapi ketika Utsman bin ?Affan masuk beliau menutupinya. Lalu beliau pun bersabda ?Bagaomana aku tidak merasa malu terhadap seorang laki-laki yang para malaikat pun meresa malu terhadapnya? (HR Muslim 4/1866)

Wallahu a‘lam bishshowab

jumbara pmr


JUMBARA VI 2010